Tuesday, October 31, 2006

Khalil Gibran : Suara Sang Guru

Sahabatku, jika engkau mengetahui bahwa kemiskinan yang membuatmu sengsara itu mampu menjelaskan pengetahuan tentang keadilan dan pengertian tentang kehidupan maka engkau pasti berpuas hati dengan nasibmu.

Kusebut pengetahuan tentang keadilan karena orang kaya terlalu sibuk mengumpulkan harta untuk mencari pengetahuan. Dan kusebut tentang kehidupan karena orang yang kuat terlalu berhasrat mengejar kekuatan dan keagungan bagi menepuh jalan kebenaran.

Bergembiralah sahabatku, karena engkau penyambung lidah keadilan dan kehidupan. Tenanglah karena engkau merupakan sumber kebajikan bagi yang memerintah dan dan tiang kejujuran bagi mereka yang membimbingmu.

Jika engkau menyadari sahabatku, bahwa malang yang menimpamu dalam hidup merupakan kekuatan yang menerangi hatimu dan membangkitkan jiwamu. Engkau akan merasa berpuas hati karena pengalamanmu dan engkau akan memandangnya sebagai pembimbing serta membuatmu bijaksana.

Kehidupan adalah suatu rantai yang tersusun atas mata rantai yang berlainan. Duka merupakan salah satu mata rantai emas antara penyerahan masa kini dan harapan masa depan. Antara tidur dan terjaga diluar fajar merekah.

Sahabatku, kemiskinan menyalakan api keagungan jiwa, sedang kemewahan memperlihatkan keburukannya. Duka melembutkan perasaan dan suka mengobati hati yang luka. Jika duka dan kemelaratan dihilangkan, jiwa manusia menjadi batu tulis yang kosong, hanya memperlihatkan kemewahan dan kerakusan.

Ingatlah bahwa keimanan adalah pribadi sejati manusia. Tidak dapat ditukar dengan emas, tidak dapat dikumpulkan seperti harta kekayaan. Mereka yang mewah sering meminggirkan keimanan dan mendekap erat emasnya.

………………

Sahabatku, air mata yang kutangiskan lebih murni dari pada tawa ria orang yang ingin melupakanmu. Airmata ini membersihkan hati dan benci serta mengajarkan untuk mengerti akan hati yang patah.

Benih yang kau taburkan untuk si kaya akan kau tuai nanti akan kembali kepada sumbernya sesuai dengan hukum alam. Dan duka yang kau sandang akan menjadi suka cita. Dan angkatan mendatang akan mempelajari kepedihan dan kemelaratan sebagai pelajaran tentang cinta dan persamaan.

Khalil Gibran : Cinta dan Sahabat

( adalah potongan Naskah Kalil Gibran, sastrawan besar Arab asal Lebanon, disadur dari Hompej Anna Abadi )

Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
ketika kita menangis?
ketika kita membayangkan?
Ini karena hal terindah di dunia TIDAK TERLIHAT...Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan..

.................................................
Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis, Mereka yang tersakiti, mereka yang telah mencari...dan mereka yang telah mencoba..
Karena MEREKALAH yang bisa menghargai betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka.................

CINTA yang AGUNG
Adalah ketika engkau menitikkan air mata dan MASIH peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu MASIH bisa tersenyum sembari berkata 'Akuturut berbahagia untukmu'
Apabila cinta tidak berhasil...BEBASKAN dirimu...Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya dan terbang ke alam bebas LAGI, ..Ingatlah...bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan kehilangannya..tapi..ketika cinta itu mati..kamu TIDAK perlu mati bersamanya...

Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu menang..MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh

TEMAN SEJATI...mengerti ketika kamu berkata 'Aku lupa..'
Menunggu selamanya ketika kamu berkata 'Tunggu sebentar'
Tetap tinggal ketika kamu berkata 'Tinggalkan aku sendiri'
Membuka pintu meski kamu BELUM mengetuk dan berkata'Bolehkah saya masuk?'

MENCINTAI...
BUKANlah bagaimana kamu melupakan..melainkan bagaimana kamu MEMAAFKAN..
BUKANlah bagaimana kamu mendengarkan..melainkan bagaimana kamu MENGERTI..
BUKANlah apa yang kamu lihat..melainkan apa yang kamu RASAKAN..
BUKANlah bagaimana kamu melepaskan..melainkan bagaimana kamu BERTAHAN..

...........................................................

Surat Dari Sahabat

( Surat ini baru saja aku terima dari sahabatku bersama dengan kartu Lebaran dengan edit tanpa mengurangi makna )

Sahabat, pertemuan kita kemarin seperti angin laut yang mengikis habis pasir pasir yang menempel menutupi wajahku. Sekian lama aku terbenam dalam pasir, hanya melihat sambil kusembunyikan wajahku. Aku merasa sedih dan takut sampai kau datang menemuiku. Aku masih ingat ketika kita sama – sama bermain ‘gobak sodor’ di sekolah, menarik kereta api dari pelepah pisang di jalan kota yang diteduhi pohon – pohon kenari. Aku tetap tinggal di kota kita dan menjadi saksi bisu akan perubahan – perubahan disekelilingku. Tapi hidupku tidak berubah.

Seperti sudah kukatakan padamu, aku merasa menjadi orang yang kalah. Aku hidup bersama istri dan dua anakku. Cintaku kepada mereka sangat dalam. Cinta yang aku berikan telah melebihi harapanku. Apakah itu cukup ? Sering menghantuiku aku tidak sanggup membesarkan mereka seperti cita – citaku dulu. Aku hanya bisa menghidupi mereka seadanya. Kau lihat sekelilingku ? Bagaimana aku menjangkaunya ? Kawan – kawanku menyapa tapi tak menghampiriku. Aku memang orang yang kalah.

Sahabat, pertemuan kita kemarin menghantarkan angin ke wajahku, masuk ke poriku dan menghentakan jiwaku. Ada garis – garis tegas yang semakin jauh membedakan kita. Kita bukan anak – anak yang sama lagi. Hidupmu jauh meninggalkanku sedang hidupku sangat dalam dilindas waktu. Aku merasa sulit mengikuti pembicaraan kita. Apakah itu berarti aku memang telah kalah oleh waktu ?

Kalau katamu dulu semangat membuat kita tetap hidup maka kini aku telah mati.

Sobatmu.